Source: www.telegraaf.nl |
Istilah
‘Like Father Like Son’ dapat diartikan dengan kesamaan karakter seorang ayah dengan anak
laki-lakinya. Begitu sebaliknya, seperti seorang ibu dengan puterinya.
Secara genetika
hal itu bisa diterima. Namun pola pembentukan karakter anak juga sangat
ditentukan oleh faktor kebiasaan dan perilaku orang tua. Misalnya, orang tua
yang kerap berkata kasar atau sambil berteriak-teriak, akan membentuk karakter
anak yang arogan. Demikian juga seperti saat orang tua terlalu sibuk dengan
peralatan teknologi, seperti televisi, ponsel, tablet atau sibuk dengan
pekerjaannya sendiri, kemungkinan besar akan berdampak pada pembentukan
karakter anak yang kurang memiliki kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya.
Dalam
sebuah artikel berjudul ‘Mencetak Anak Tangguh’ yang ditulis oleh Wiko
Rahardjo, dalam majalah Readers Digest, November 2013 silam, ia menjabarkan
bagaimana pembentukan karakter anak sangat ditentukan oleh pola asuh orang tua.
Ia menjabarkan tiga tipe pola asuh rata-rata orang tua di seluruh dunia berdasarkan
hasil pemetaan yang dilakukan Diana Baumrind, seorang ahli psikolog
perkembangan anak asal New York.
Pola asuh otoriter
Tipe
pengasuhan ini bersifat parent center.
Orang tua dengan pola asuh ini cenderung menetapkan standar mutlak yang harus
dipatuhi oleh anak. Anak dipaksa untuk melakukan kehendak orang tua. Anak bahkan
diberi hukuman atas ketidakpatuhan anak, misalnya hukuman fisik.
Baumrind menyimpulkan
bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh seperti ini adalah pribadi yang
pernah mengalami hal serupa pada masa kecilnya atau bahkan dipengaruhi oleh
budaya di lingkungan keluarganya.
Pola asuh
otoriter ini banyak dilakukan oleh warga keturunan Tionghoa. Sebuah buku berjudul The Battle Hymn of The Tiger Mother yang
ditulis oleh Amy Chou, wanita berdarah Tionghoa. Di dalam bukunya, ia menjabarkan bagaimana pola asuh
demikian diterapkan kepada anak. Merasakan atmosfer kehidupan di Amerika, Amy menuturkan
betapa berbedanya pola asuh orang Barat dengan orang-orang China. Ia menilai bahwa orang Barat cenderung memberi kebebasan mutlak kepada anak, sementara orang China cenderung menerapkan sikap tegas dan disiplin tinggi
kepada anak.
Pola asuh permisif
Tipe ini
justru kebalikan dari pola asuh otoriter. Tipe ini cenderung bersifat children center dalam artian bahwa orang tua lebih memberi
kelonggaran dalam pengawasan kepada anak. Anak memiliki kebebasan untuk
melakukan apa pun yang mereka sukai. Orang tua tipe ini cenderung memanjakan
anak dan sulit menolak keinginan anak.
Sayangnya, pola
asuh permisif ternyata tidak lebih baik dari otoriter sebab anak akan dibentuk
menjadi manja, tidak patuh. Kurang mandiri, penuntut, sulit bekerja sama,
memiliki rasa percaya diri yang terlalu tinggi dan pengatur.
Banyak
aspek yang akhirnya memaksa orang tua menerapkan pola asuh ini, yakni kesibukan
dengan pekerjaan, tidak berkeinginan mengasuh anak hingga lebih memilih
kemudahan untuk menyenangkan anak dengan pemberian materi. Orang tua tipe ini
berpikir bahwa dengan selalu memberikan mainan atau benda kesukaan, anak akan
bahagia. Akibatnya, anak tidak akan pernah merasakan kehangatan dan kasih
sayang.
Pola asuh moderat
Tipe ketiga
ini dianggap sebagai pola asuh yang paling ideal, dan merupakan penyeimbang
antara pola asuh otoriter dan permisif. Dalam hal ini, orang tua cenderung
memberikan aturan yang tegas kepada anak tanpa mencuri kesempatan anak untuk
berbicara. Orang tua memprioritaskan kepentingan anak, namun tetap memberi
batasan pada yang dapat dan tidak dapat dilakukan anak.
Orang tua
jenis ini dinilai mampu memberi kehangatan dan kasih sayang kepada anak-anaknya.
Dalam pola pengasuhan demokratis dan moderat seperti ini, hubungan anak dan orang
tua akan jauh lebih erat. Karakter anak juga akan jauh lebih mandiri,
kooperatif, mempunyai hubungan baik dengan orang lain, mampu mengontrol diri,
mampu menghadapi stres dan mempunyai minat terhadap hal-hal baru.
Dari ketiga
tipe pola asuh di atas, tipe moderat sangat dianjurkan untuk diterapkan orang
tua terhadap anak.
Untuk melengkapi
pola pengasuhan tersebut, orang tua juga dituntut untuk menciptakan interaksi
yang berkualitas disela-sela waktu bersama, melibatkan diri dalam kegiatan anak
dan menempatkan diri sebagai sahabat bagi anak.
--When we think of our family, our spouse, parents, or children, let us see them as a gift from God. ~Dillon Burroughs--
0 comments:
Post a Comment