image1 image2 image3

HELLO I'M JOHN DOE|WELCOME TO MY PERSONAL BLOG|I LOVE TO DO CREATIVE THINGS|I'M PROFESSIONAL WEB DEVELOPER

Nasib Jurnalis di Negeri Merah Putih



Cinta adalah landasan mendasar bagi ku untuk melangkah hingga masuk menggeluti dunia media atau jurnalistik. Kecintaan ini tumbuh bukan sejak kecil, tapi sejak diakhir studi – saat makin banyak waktu yang tersita buat diskusi, nonton dan berdebat ringan tentang politik dengan teman-teman pria se-organisasi kampus maupun teman-teman sekelas.

Disamping dorongan keinginan dan kegemaran menulis sejak lama, gelar Sarjana Sastra Inggris yang ku kenakan pun cukup menggairahkan untuk melaju mengerjakan sesuatu lewat media. Meski setamat kuliah masih bergelut di bidang belajar mengajar dan jadi pegawai kantoran bidang IT dan bahasa Inggris selama 1.5 tahun, keinginan untuk terus maju berkarya lewat media malah makin besar. 

Selama 2 tahun pertama bekerja, aku terlebih dulu mengasah kemampuan dan pengalaman menulis. Selama bekerja ku jadikan untuk terus aktif di berbagai media massa baik koran cetak dan online hingga sosial media. Untungnya, sejumlah tulisan berupa opini akhirnya menghiasi kolom opini media cetak lokal Harian Analisa (thanks untuk itu). Branjak dari itu, ada kesempatan besar untuk terbang bak rajawali hingga berada di sini (media).

Sejak dulu, aku suka dengan presenter Metrotv  Fessy Alwi, kekaguman padanya menumbuhkan keinginan untuk mencoba. Sempat memang harus mengalami pergeseran tujuan, dari ingin terjun sebagai reporter TV sampai sedikit bergeser ke dunia wisata - keinginan terbesar karena menimbang pekerjaannya yang lebih menantang sekaligus menawarkan bonus-bonus wisata gratis yang menggiurkan lantaran kecintaan bertualang di tanah air. 

Namun roda hidup masih belum menghantarkan ku kesana. Mungkin belum saatnya, mungkin juga masih harus banyak belajar. Seperti memperbandingkan diri dengan Mariskha Prudence, mantan reporter MetroTv yang kini malah menggeluti dunia wisata. Beranjak dari keyakinan bahwa perjalanan hidup seperti menaiki tangga, naik dari satu level ke level yang lebih tinggi hingga tiba di puncaknya. Seperti teta menjaga komitmen dan fokus ke tujuan terbesar perjalanan ini, sambil bergumam dalam hati “Kalau Mariskha bisa kenapa aku ngak?”. Sebuah keyakinan yang membangkitkan semangat. 

Hingga akhirnya aku bekerja disini, media online salah satu situs Kristen yang sudah dikenal luas di Indonesia. Dapat bagian jadi Web Content Editor, yang lebih kepada proses editing berita dan berbagai kolom berita lainnya. Tugasnya lebih kepada rekonstruksi berita-berita yang sedang marak diperbincangkan lewat media cetak hingga media visual. Kami bukan jurnalis yang setiap hari harus terjun ke lapangan, meskipun porsi liputannya pasti ada.  Ya, cukup menyenangkan lantaran tak berkutat dengan hal-hal yang itu-itu saja seperti pekerjaan kantoran yang terbilang statis.

Memperoleh apa yang kamu mau mungkin adalah perasaan yang luar biasa. Seakan seperti jawaban doa yang sudah cukup lama dinanti-nantikan. Well, ini cerita awal - pintu pertama menuju petualangan panjang lainnya. Lalu, sisi lain dari hidup jadi jurnalis pun mencuat, sebuah fenomena unik akan eksistensi jurnalis di tengah-tengah negeri Merah Putih. Mungkin banyak orang Indonesia yang acap kali memandang sebelah mata dengan dunia jurnalistik. Padahal, jurnalistik terkait pada berita yang merupakan salah satu konsumsi utama berbagai kalangan, tak terkecuali dengan masyarakat nun jauh di desa sekalipun. 

Pernahkah terbayang kalau-kalau kita hidup tanpa media? Apa jadinya dunia? Bukankah media sosial yang teramat digandrungi mulai dari anak kecil hingga orang tua itu adalah hasil karya media dan teknologi? Ya, itu contoh sederhananya. Lalu bagaimana menanggapi pandangan yang menilai bahwa jurnalis itu seperti ini: “Jadi wartawan itu hidupnya ngak pasti. Karirnya ngak jelas. Banyak yang dikerjakan, tapi gajinya sedikit”. 

Yes absolutely! Wartawan itu gajinya sedikit tapi kerjanya banyak.  Bukankah itu suatu masalah? Lalu apa respon dari para jurnalis lewat perwakilan Aliansi Jurnalistik Independence (AJI) maupun mereka yang mengaku prihatin? Respon seakan tenggelam dalam hiruk pikuk!  Para “jurnalis sejati” bekerja oleh karena passion yang mendorong untuk memberi karya terbaik demi menciptakan bahan konsumsi khalayak ramai dengan menyuguhkan informasi berkualitas dan berbobot, yang dapat memberi manfaat dan memiliki nilai ilmu pengetahuan. Sebab “jurnalis sejati” akan diperhitungkan dan diakui bilamana menciptakan karya terbaik dan berpengaruh besar bagi pembaca.   
   
Seharusnya memang para wartawan dibayar dengan mahal, karena sepadan dengan kerja keras yang menguras otak, bergerak tanpa henti sepanjang hari. Tapi rasanya di Negara kita yang tercinta ini, sikap menghargai profesi wartawan mungkin cukup memprihatinkan. 

Lantas kenapa masih tetap maju meski tahu rasa sakit yang harus dijalani jurnalis? Ya, sama ibarat ketika kamu jatuh cinta, ketika kamu pengen kasih yang terbaik dari yang kamu bisa lakuin buat yang kamu cintai. Kalau perasaan cinta itu didorong oleh kerinduan besar itu sudah tumbuh, maka kerjakanlah. Banyak memang tawaran yang lebih baik dari itu, tapi hati yang lebih memilih untuk mengabdi memberi diri. 

Namun bagiku ini harus tetap dijalani dengan berbuat yang terbaik. Seperti episode kehidupan berikutnya yang dituntut untuk banyak belajar, ikuti kata hati dan percaya bahwa ketika sudah setia dengan perkara kecil, maka perkara besar bakal bisa dijalani. Suatu harapan besar bakal datang dan perjalanan hidup bakal meningkat menuju level berikutnya.  

Share this:

CONVERSATION

0 comments: