abduzeedo.com |
Hari itu,
seperti biasanya dalam ibadah Jumat awal bulannya wanita berusia 60-an tahun
itu kembali diundang membawakan renungan yang digelar di Studio 1 di tempat
saya bekerja. Ia tampak sudah kelihatan lebih fresh setelah hampir dua bulan semenjak kepergian suami yang
dikasihinya.
Saya selalu
menyambutnya dengan gembira setiap kali membawakan renungan. Saya menyukai dan
menghormatinya bukan karena dia lebih tua atau dia adalah salah satu petinggi di
tempat saya bekerja, namun lebih dari itu; ia adalah wanita yang berkharisma dan
punya gaya obrolan yang saya inginkan – cerdas, realistis dan tidak kaku.
Dalam selingan renungannya,
ia menyelipkan cerita kepahitan yang masih tersisa sejak serangan jantung tiba-tiba
yang telah merenggut nyawa suaminya. Ada kekecewaan di dalam hatinya saat tak
satu pun rekan-rekan yang bekerja di bidang medis terdekat yang ia kenal atau bahkan adik ipar yang
bekerja sebagai dokter hadir pada saat-saat genting ketika sang suami benar-benar
butuh pertolongan. Ia merasa kecewa dengan banyak orang, terlebih pada dirinya sendiri
yang justru tak mampu menolong laki-laki yang ia kasihi itu saat menjerit dan memohon
pertolongan. “He needed me the most when I wasn’t there,” ucapnya sembari menitikkan
air mata.
Ucapan dan air
mata itu menjadikan ruangan tampak hening, mengundang haru dan linang air mata bagi
setiap kami yang mendengarnya. Ia begitu kehilangan. Ia begitu kecewa. Dan masih
terus merasakan hampanya rumah semenjak kehilangan sosok sang suami, Antoni. Rasa
pilu itu kembali ketika mengenang bekas lantai dimana Antoni tergeletak dan
merintih kesakitan. Ia mengingat jelas saat peristiwa dimana ia sedang tak
berada di rumah, dan tubuh Antoni didapatinya tergeletak kaku dan dingin. Namun
ada senyuman di sana, laki-laki yang ia cintai itu sudah kembali ke pelukan
Bapa dengan senyuman.
Hal itu
menyadarkannya bahwa itu adalah waktu Tuhan. Ia berusaha menerima bahwa Tuhan telah
memanggilnya dengan sebuah kedamaian penuh. Antoni sudah kembali ke pangkuan
Bapa dengan kebahagiaan. Blessed are the dead who die in the Lord
from now on. They will rest from their labor, for their deeds will follow them.
Dan setiap perkataan kecewa dan air mata lalu diganti dengan perasaan ikhlas.
Masih banyak
bagian cerita hidupnya yang saya belum ketahui, namun satu bagian ini adalah
bagian dimana setiap orang tentu pernah mengalaminya. Begitu banyak orang
disekitar kita, saudara terdekat sekalipun yang justru mengecewakan kita. Membuat
kita geram dan marah ketika tiada satu pun yang mampu menolong disaat kita membutuhkan.
Atau saat kecewa timbul dalam diri ketika menanggap diri gagal melakukan hal
terbaik untuk seseorang yang paling kita kasihi.
Namun percayakah
kita, bahwa kehilangan justru membawa sukacita penuh? There is
a blessing in disguise. Kehilangan dan kepahitan berbuah suka cita dan
kekuatan yang lebih besar. Dalam renungannya, ia kembali mengatakan bahwa ia
sudah mampu mengampuni mereka yang seharusnya ada dan mampu menyelamatkan sang
suami. Ia mengucapkan syukur, karena ia menyadari bahwa teduh tenangnya kepergian
Antoni tak seharusnya meninggalkan kepahitan terhadap orang lain, melainkan
pengertian baru tentang makna kematian kekal sebagai bagian dari misteri
kehidupan yang dirancang Sang Khalik. “I
met God in the valley of death,” ucapnya.
0 comments:
Post a Comment