Tepat
di Kamis (13/2) malam, Gunung Kelud meletus (lagi) setelah terakhir kali
meletus pada tahun 2007 silam. Lebih dari
8 orang dinyatakan luka akibat sapuan awan panas, dan mereka tengah menjalani
perawatan. Amuk Gunung Kelud menambah deretan daftar bencana di tanah air
setelah banjir besar di Jakarta, Manado,
Kalimantan, Semarang dan daerah lainnya, erupsi Sinabung yang tak kunjung usai
dan kebakaran hutan yang baru-baru ini terjadi di Dumai, Pekan Baru dan Riau. Patutkah
kita sebut bahwa Indonesia negeri berjuta bencana?
Seringnya,
bila harus diperhadapkan dengan beragam berita tiap hari, selalu saja berita
yang tak mengenakkan dijadikan sebagai headline..hahaa. Kadang kala timbul rasa muak, masa
bodo dan malas :(. Belum lagi
diperhadapkan dengan bobroknya sistem demokrasi, politik dan aspek lainnya. Rasa mual drastis meningkat tajam..(wheww sotoi cui).
Berbagi
tentang cerita dari teman di Sembakung, Kalimantan ngobrol via telepon tepatnya
Januari silam, satu minggu setelah banjir Jakarta. Dia mulai cerita ditengah
kondisi dirinya dan sejumlah warga lain yang harus mendiami satu rumah
pengungsian di atas bukit. Saat banjir melanda Sembakung, sejumlah desa
terendam air, katanya, ngak ada yang bisa diselamatin, kecuali diri sendiri. Ketika
ku tanyakan sejak kapan, dia menandaskan banjir Sembakung sudah jadi tradisi
tahunan. Banjir datang dari luapan salah satu sungai yang dikirimi air buangan dari negara tetangga kita tercinta Malaysia heheee.
Kedengarannya sedikit
make sense ya! Tapi ngak dengan urusan
buaya-buaya yang katanya masih berkeliaran di sana sini..Berbahaya!!! Terbayangkah
kita jika kita ada diposisi mereka? Terbayangkah dengan kondisi masyarakat sejumlah kota yang tergenang banjir, khususnya ibu
kota? Anak-anak,
nenek-kakek renta yang ngak lagi bergerak lincah selincah orang dewasa, atau
orang-orang yang tengah sakit keras dan tak lagi bisa bergerak kemana-mana.
Terbayangkah dengan kebosanan masyarakat Karo, Berastagi Sumatera Utara
lantaran sepanjang empat bulan mereka terpaksa berdiam diri di pengungsian? Mereka yang mati dengan
cara yang menyedihkan. Anak, suami dan istri mereka yang harus hidup
terlunta-lunta. Jelas kondisi ini harus diterima sebagai risiko yang pasti terjadi di negeri cincin api (bahasa kerennya The Nation of Ring of Fire)
Letusan
gunung merapi adalah proses alam, berbeda dengan banjir yang merupakan akibat
dari tindakan manusia. Berbeda pula dengan tingkah polah pemimpin kita yang kalau diibaratkan “anomali” atau "bunglon"-lah, ngak konsisten (Oooww bahasanya cui).
Even all the mess is really freak,
tapiiiii mari memandang bencana sebagai bagian dari latihan..(latihan militer kali ya!)
Meski
penyebab banjir adalah infrakstruktur ibu kota yang amburadul, meski Sinabung
harus menelan puluhan korban jiwa dan ribuan manusia telantar, meski
banyak buaya, meski harus pakai masker
akibat asap yang menyelimuti kota dan meski meski lainnya, Indonesia masih akan tetap sama (tetap punya satu presiden maksudnya..hehee). Sebab beragam bencana ini jadi momen untuk kembali insaf dari kenikmatan modernitas berkepanjangan kita yang tiada batas. Sadar untuk mau
menyisihkan uang yang kita hamburkan untuk hidup hedon, konsumeris dan egois (termasuk dugem dan rekan2nya g y?).
Indonesia
diingatkan bahwa bencana alam dapat merenggut segala milik manusia itu sendiri.
Indonesia diingatkan untuk membiasakan diri buang sampah pada tempatnya, tidak
boros konsumsi, dan tidak malas. Indonesia diuji lewat pemimpin yang
bertanggung jawab terhadap rakyatnya disaat musibah yang bertubi-tubi melanda. Indonesia
diingatkan untuk memilih pemimpin yang tepat, peduli, peka, sehati dan sepikir
dengan rakyat, dan mampu memimpin ratusan juta warga Indonesia dengan komitmen
rela menjadi seorang pelayan.
Syukurilah
bahwa Indonesia hadir dan menghadirkan aku, kamu dan orang lain dengan
rancangan yang baik dan penuh damai sejahtera. Yah, kuncinya tetap dikita, mau
berlaku sebagai warga negara yang baik atau ngak??Simple!!
0 comments:
Post a Comment