Aku perantau
yang baru kali pertama merantau jauh dari keluarga, pasti tau rasanya gimana
besarnya rindu bikin pengen pulang aja. Nah teringat di bulan September 2013
lalu, ketika hendak pulang ke kediaman yang harus menghabiskan sekitar 2 jam
perjalanan dari Bandung, dengan cengengnya sekelebat air mata ku menetes tanpa
terduga, perasaan berat dihati mencuat tak tertahan kala harus berpisah dengan
bapak dan mamak yang datang jauh-jauh dari Medan, Sumatera Utara.
Waktu itu,
Minggu (1/9), perasaan ngak mau lepas dari mama dan bapak adalah perasaan yang
paling menyedihkan selama aku hidup. Awalnya aku harus mencoba dengan sepintar
mungkin berlakon biar air matanya ngak netes. Sebuah lakon yang benar-benar
gagal total dengan pura-pura senyum dan bahagia sebagai semacam penangkal air
mata. Mungkin usaha itu bisa berhasil ketika aku minta pamit ke mama dan oppung,
tapi aku bukan seorang yang berbakat jadi
pelakon drama yang bisa berpura-pura. Dan tiba-tiba, air mata ku jatuh
bercucuran dikala pamit ke bapak, dipelukan bapak air mata ku tumpah. Rasanya
saat itu aku ngak peduli apapun selain pengen peluk bapak seerat-eratnya. Ku
tumpahkan kesedihan ku dibahunya, dimana kepalaku melekat kuat dan kedua
tanganku merangkulnya dengan erat.
Lama aku peluk
bapak, lama air mata itu mau berhenti dan ku rasakan tangan bapak mengelus
lembut kepala ku, mencoba menenangkan ku dari kecengengan kala itu. Aku tau bapak sangat mengasihi ku, begitu pun aku. Waktu itulah kali pertama dimasa dewasa ini aku peluk bapak sebagai seorang anak yang mengasihi ayahnya. Dulu pernah, tapi ketika aku masih sangat belia. Rasanya aku terlindungi,
rasanya aku seperti seorang putri yang benar-benar erat dan akrab dengan ayahnya. Seperti anak-anak
gadis lain yang kerap ku saksikan dimana mereka bergaul akrab dengan ayahnya.
Dengan lembut
tangan bapak mengelus rambut ku dan mencoba menenangkan ku dari tangis yang
menjadi-jadi. “Udah nang, udah,” kata Bapak lembut menyadarkan ku bahwa aku
memang harus melepaskan rangkulan kasih itu, sebuah salam perpisahan untuknya.
Kau pasti tau
rasanya bagaimana mencintai orang tua- ayah dan ibu. Dan kau pasti setuju bahwa
kadang kala rasa sayang yang bergejolak di hatimu itu bisa kau luapkan dalam
bentuk yang nyawa. Dan itu yang aku lakukan, pelukan pertama dan rasa cinta
yang dalam untuk bapak dan mama aku luapkan dengan pelukan dan isak tangis. Betapa
aku ingin selalu ada disamping mereka, betapa aku ingin merawat mereka. Betapa
seorang putri yang terbatas seperti ku berusaha
untuk menunjukkan berlimpah-limpah kasih yang menumpuk didalam hati. Memeluk
mama sudah acap kali aku lakukan, karena betapa dekatnya aku dengan bunda
terkasih itu. Tapi hal yang paling tidak pernah ku lakukan adalah memeluk bapak
yang ku kasihi sama seperti aku mengasihi mama.
Dan Tuhan kasih
aku kesempatan untuk lakuin kewajiban mengasihi bapak dan mama meskipun dengan
cara yang sederhana, dengan pelukan dan air mata. Dan aku merasa lega, dan aku
merasa sudah membahagiakan bapak yang aku belum pernah bisa sentuh hatinya. Aku
tahu betapa dia mengasihi ku juga sebagai putri terkasihnya. Dan aku pikir, itu adalah pelukan pertama yang tak akan aku lupakan, pelukan dimana aku seolah sebagai seorang putri yang meminta perlindungan pada ayahnya. Dan nanti, ketika aku hendak melangkah menuju sebuah pernikahan suci, aku harap bapak ada, berdiri dan mempersilahkan aku menangis bahagia di bahunya untuk menghantarkan aku membina hidup baru dengan sosok yang dia harap dapat melindungi ku menggantikan posisinya.
Namun lucunya, kala adegan cengeng itu, aku lupa melakukan hal yang sama ke mama. Kesalahan itu pun ternyata
berbuntut timbulnya rasa cemburu. Hingga akhirnya beberapa minggu setelah itu,
ketika aku ngobrol dengan mama via phone, sontak dia ungkapkan rasa irinya
karena aku ngak meluk mama waktu itu. Jelas aku merasa lucu dengan tingkah
polah mama yang seperti kekanak-kanakan. Dengan nada yang sedikit cemburu mama
bilang, “Kemarin itu, kenapa tiba-tiba peluk bapak padahal mama ngak dipeluk?
Emang bapak mu itu pernah baik apa sama kalian?”. Sembari tertawa kecil, ku
jawab mama, “Ya iyalah mam, bapak itu baik, betapa baiknya dia buat ku”. Mendengar
pengakuanku, mama sontak tertawa sejadi-jadinya. Dan kali itu pula aku
ngerasain ngimana seorang mama juga bisa cemburu kalau ngak diperlakukan sama
dengan seorang bapak.
Untuk momen yang
baik itu, momen dimana Tuhan kasih aku kesempatan nunjukin kasih yang ngak
terbilang besarnya buat bapak dan mama, aku benar-benar give thanks untuk
Tuhan. He is the greatest Papa in my life cos He has the right time.
Dilain sisi, aku
belajar beberapa hal tentang sebuah keluarga. Keluarga yang terdiri dari ayah,
ibu dan anak, dimana CINTA adalah dasar dan akar dari kuat tidaknya keluarga
tersebut. Aku belajar bagaimana seorang ayah dan ibu saling mengasihi dan
memberikan cinta yang sama untuk anak-anaknya. Demikian sebaliknya, kasih
anak-anak kepada orang tuanya pun harus setara atau bahkan harus lebih besar
dari yang diterima dari orang tua. Itulah hakikat sebuah keluarga yang dikasihi
dan dikehendaki Tuhan. Dan aku sudah mendapatkan itu, Tuhan memberi aku
kesempatan yang besar.
Sementara
lainnya, kita harus ingat bahwa sekalipun seorang ayah seolah ngak pernah
nunjukan kasih sayangnya sama anak atau putrinya, tapi yakinlah bahwa dia punya
cara sendiri buat ngasihin kamu. Kayak cara bapak aku sendiri ngasihin aku,
yang biasanya ditunjukin dengan ngabulin semua permintaan aku, kakak dan
adik-adikku. Memang bukan dengan pelukan atau ciuman, tapi dengan tindakan.
Setiap ayah di dunia punya caranya tersendiri untuk menunjukkan kasihnya ke
anak-anaknya.
Tau lagu Simple Plan yang ‘Perfect’? Aku suka
barisan kalimat ini :
Did you (Dad) know you (Dad) used to be
my hero?
And now I try hard to make it.
And now I try hard to make it.
I just wanna make you (Dad) proud
Setiap anak ingin jadi kebanggaan buat orang tuanya,
demikian pula aku, yang hendak membalaskan kebaikan dan kasih sayang mama dan
bapak selama hidup ku. Semoga setiap kita tahu bagaimana cara mengasihi dan
mewujudkan kasih itu.
0 comments:
Post a Comment