Aku ingat, kala ia orang yang pernah singgah
kehilangan ibunya Desember 2012 silam. Sama seperti saat dia yang kau kasihi
kehilangan ayahnya. Aku baru sadari, ternyata cerita kita sama. Kita berasal
dari box yang sama. Hanya bedanya kau laki-laki dan aku perempuan. Aku ngak pernah
tau bagaimana kau menenangkan ia yang berurai air mata ketika harus kehilangan
ayahandanya.
Bukan ingin menggores kembali
duka, namun justru ingin menguburnya sedalam mungkin. Bila kau merefleksikannya
seperti Chris dengan lagunya ‘Fix You’, aku malah melafalkan barisan-barisan
doa agar ia kuat dan tabah melepas bundanya pergi. Doa itu masih terbungkus di sini, di hati ku.
Tuhan sedang bercanda dengan
hidup kita. Mungkin! Mengapa kita harus mengalami hal yang sama? Apa kau punya
alasannya? Kebetulan? Ahh, jangan sebecanda itu. Kau tau entahlah, rasa muak ku
seakan tak terbendung bila harus mendengar lagu itu berkumandang. Meski lagu
itu pada awalnya adalah penyemangat hari-hari ku tiap kali aku merasa lelah.
Entah, ada rasa sesak di dada dan itu menyebalkan.
‘Kenapa’ adalah pertanyaan
besarku atas peristiwa ‘kebetulan’ kita yang bahkan tak kunjung menemukan jawabnya. Aku hanya berpikir, bisakah itu
hanya sekedar masa lalu? Bisakah kita sejenak lupa ingatan dan menganggap itu
tak pernah ada? Meski mereka dulu ada dan saat mereka menangis kita juga turut
menangis. Tidak cukupkah kita terlalu terlibat dengan kehidupan orang lain yang
justru tidak memberi kita ruang untuk membahagiakannya?
Maaf, pikiran ku saat ini
terlalu logis atau mungkin jahat. Ehh, tapi bukan begitu. Sudahlah, pengorbanan
tak selamanya harus dibayar bukan? Lalu mengapa harus bersusah hati? Meski
masih tetap mengasihi, bisakah kasih itu ditaruh sesuai pada porsinya?
Mungkin bahu kita yang tidak
terlalu kuat untuk bisa menopang mereka saat mereka merasa lelah. Atau mungkin
kita yang akan terlalu sakit saat kita memaksakan diri mengasihi dengan
sepenuhnya. Hingga melepas adalah pilihan terbaik. Bisa saja bukan?
Dan aku sudah lulus dari itu.
Aku sudah survive dari beban itu. Bukan berarti kita tak setia. Tapi kita sepatutnya
menerima jalan hidup yang sudah dituliskan dan sudah kita jalani. Mari berdamai
dengan hati, mari berdamai dengan pikiran. Dan mari belajar melepas dan hidup
sepenuh-penuhnya.
0 comments:
Post a Comment