Turut berkabung atas matinya kesamaan visi kita. Turut berkabung atas lumpuhnya rasionalitas kita....
Sorak
riuh dukungan terhadap calon pemimpin di negeri ini terdengar norak dan fucked.
Alasan terbesar ku untuk menepi dan lebih memilih diam mengamati besarnya kebodohan
kita karena begitu menyanjung dia (Capres) ibarat Tuhan untuk menarik dukungan dan
perhatian. Beragam jargon-jargon pemikat dicetak, dipasang dan disebarluas.
Alhasil, banyak kita yang akhirnya jadi pengekor-pengekor bermental pandir. Pengikut
arus doktrinasi kaum-kaum intelektual yang timpang.
Bagiku,
lebih baik diam dan memilih berdiri di luar lingkaran, sebab terhanyut kedalamnya
hanya akan menjadi bumerang. Nurani ku berkata, lebih baik diam mengamati daripada
berkoar like a naysayer. Jujurnya, menulis
tentang parodi politik aneh itu bukanlah pilihan. Hal yang paling tak
mengenakkan adalah mendustai nurani dan mengalah menghianati idealis diri.
Mungkin
publik juga bukan orang bodoh yang tak bisa membedakan benar dan salah, baik
dan buruk, tapi kita sudah dibutakan oleh dua pilihan yang mau tak mau, suka
tak suka harus dipilih juga. “Memilih yang terbaik dari yang terburuk, ya,” komentar
pembaca dalam satu artikel yang ku baca kemarin.
Aku
bahkan kecewa ketika kita para penggiat media hanya berlari mengejar jutaan pengunjung
yang merapat ke bilik kita. Padahal kita membanggakan diri sebagai wakil dari
inspirasi, pemberi cahaya dan berbeda. Yang kita cari sudah berbeda, terasa asing.
Tapi semoga dalam hal ini aku yang keliru.
Berjalan
mengikuti arus, pasti punya sisi baik dan buruknya. Sangat baik bila berjalan mengikuti
arus bila kita sudah tahu betul bahwa terdapat jurang menanti di depan, namun kita
sudah siap dengan strategi melaluinya. Sebaliknya
berjalan mengikuti arus dengan buta pengetahuan hanya akan membawa Anda kejurang
kematian. Bentuk pembelaan habis-habisan Anda terhadap dia yang anda dukung, hanya
akan menjadikannya korban dikemudian hari. Dan anda adalah suspect yang melampiaskan sakit hati dan kekecewaan lantaran dia tak
memenuhi harapan-harapan anda sebelumnya.
Bendera setengah tiang ini adalah
lambang duka atas matinya rasionalitas dan buramnya visi kita….
0 comments:
Post a Comment