image1 image2 image3

HELLO I'M JOHN DOE|WELCOME TO MY PERSONAL BLOG|I LOVE TO DO CREATIVE THINGS|I'M PROFESSIONAL WEB DEVELOPER

MISCOMMUNICATION



sumber: imdb.com
Bicara soal kesalahpahaman menginterpretasikan bahasa ucapan, saya jadi ingat dengan salah satu film produksi Bollywood berjudul PK (2014). Film ini mengisahkan tentang seorang alien yang turun ke bumi dalam rangka melakukan penelitian tentang kehidupan di bumi. Sang alien yang diperankan Amir Khan membawa serta sebuah remote kontrol yang dikalungkan dilehernya, sebagai alat yang akan digunakan untuk pulang ke planet dia berasal setelah misi itu selesai.
Singkatnya, saya terperanjat dengan segala adegan yang ditampilkan oleh film. Karena selain menjadi film kritik terhadap konsep ketuhanan, PK membongkar pula tentang persoalan manusia dengan beragam perbedaan keyakinan di bumi.
Tak lama setelah mendarat di Bumi, remote kontrol sang alien pun dicuri oleh manusia. Mungkin tergiur lantaran dianggap berharga. Kehilangan itu justru mengalihkan segala misi yang seharusnya dilakukan sang alien. Ia pun berjuang keras untuk mencari, tentu dengan cara belajar bahasa manusia terlebih dahulu.
Dalam kondisi yang tak tentu, sang alien mencoba bertanya kepada orang-orang yang ditemuinya tentang bagaimana ia bisa mendapatkan remote kontrol tersebut. Namun orang-orang hanya memberi jawaban yang sama yaitu ‘Hanya Tuhan yang bisa membantu mu menemukannya’.
dicomot dari Youtube
Film ini semakin menarik, karena sejak mendengar kata TUHAN, sang alien mulai mencari sosok Tuhan yang disembah manusia. Ia berharap bisa bertemu dengan sosok Tuhan yang dianggap sebagai harapan atas keterbatasan, rasa frustrasi, dan masalah yang menimpa manusia. Uniknya, mencari Tuhan tak semudah yang ia bayangkan, ada begitu banyak rupa Tuhan yang disembah oleh manusia. Mereka memiliki perbedaan yang mencolok antara satu sama lain. Dan kebingungan besar mulai melanda sang alien.
Selain menyadari bahwa Tuhan ternyata memiliki sifat, kepribadian dan budaya yang berbeda, PK (peekay; orang mabuk, red)-sang alien menyadari tiap Tuhan pun memiliki wakil atau utusan yang dipercayainya. Dalam film PK yang dimaksud manajer Tuhan seperti Tapasvi Maharaj yang ternyata telah memanfaatkan remote kontrol PK untuk meramalkan masa depan seseorang yang sayangnya tak seorang pun menganggap curiga dengan dalih yang disampaikannya adalah benar. Sebab ia mengaku mendapat wahyu langsung dari Dewa Siwa-dewa, salah satu dewa yang dipercaya oleh umat Hindu.
Secara eksplisit film ini mengajak kita untuk berpikir tentang konsep ketuhanan dan tata cara ibadah yang melibatkan manajer Tuhan. Dalam artian, film ini ingin menyampaikan apakah benar bila pemimpin agama atau rasul, ulama atau pengkhotbah di setiap agama memang menyampaikan pikiran Tuhan secara natural atau hanya dalam bentuk manipulasi dengan dalih mendengar suara Tuhan atau mendapat mimpi tentang pesan Tuhan. Dalam hal ini, PK menyinggung tentang kemungkinan banyaknya manajer Tuhan yang sengaja memanfaatkan posisinya demi memuaskan keinginan atau mendapatkan keuntungan dari pengajarannya.
PK mengajak penonton untuk skeptis dalam menyikapi setiap ajaran agama, karena bisa saja, tafsiran, pengajaran, atau wahyu (pesan dari Tuhan, red) dari para penerimanya hanyalah karangan saja seperti Tapasvi Maharaj dalam film PK yang menipu banyak orang demi mendapatkan pengikut dan pendapatan pribadi.
Dari poin ini Anda tentu tak menyangkali bahwa dalam keyakinan kita sendiri pun akan ada pemuka-pemuka agama yang seolah-olah mengabarkan tentang pesan Tuhan dengan cerita karangannya. Inilah poin yang dinamakan MISCOMMUNICATION!
Informasi yang berasal dari sumber yang benar akan membawa pemahaman yang benar bagi si pendengarnya. Tidak malah menimbulkan perbedaan makna antara sumber informasi dengan si pendengar. Miscommunication demikian tanpa kita sadari juga merasuki kehidupan kita. Lihat saja bagaimana hubungan keluarga, pertemanan atau bisnis bisa pecah hanya karena salah sambung. Contoh sederhananya saja, saat saya menyampaikan perasaan nggak enak tentang rekan A kepada rekan B. Mungkin informasi yang saya sampaikan sih jujur dan terbuka, namun dengan motif yang saya tidak tahu rekan B mulai mengintervensi informasi itu dan menyampaikan kepada rekan A tidak sesuai dengan apa yang saya sampaikan. Dan MISCOMMUNICATION baru saja terjadi!
Itu juga yang mungkin dilakukan oleh banyak media dan para pekerjanya (tak perlu sebut merk  toh?!). Saat penulis media menulis berita atau informasi keliru atau tidak lengkap (tidak sesuai dengan fakta dilapangan, red), maka orang-orang yang membaca atau mendengarnya tanpa sadar akan mempercayai begitu saja (tanpa perlu mencari tahu lebih banyak). Miscommunication? Sudah pasti.
Bukankah kesalahan penyebutan kota kelahiran Soekarno oleh pak Presiden Jokowi belum lama ini pun akibat kesalahan penyampaian informasi? Menurut Sukardi Rinakit, penulis pidato Presiden menyampaikan kesalahan penulisan tersebut terjadi akibat beberapa sumber sejarah yang menulis tentang nama kota kelahiran Soekarno adalah Blitar.
Salah satu referensi yang menyebut Soekarno lahir di Blitar adalah situsweb Tropenmuseum.nl, yang menyebutkan bahwa Bung Karno lahir di Blitar, kata Sukardi.
"Soekarno (ook wel gespeld als Sukarno), geboren als Kusno Sosrodihardjo, Blitar, 6 Juni 1901-Jakarta 21 Juni 1970) was de eerste president van de Republiek Indonesia,” kutip Tropenmuseum.nl.

Share this:

CONVERSATION

0 comments: